MENDENGAR SUARA ALLAH
(Yesaya 6: 1 – 9)
GARIS BESAR
PENDAHULUAN
- Secara kronologis pasal 6 terjadi sebelum pasal 1
- Yesaya umur 35, bangsawan, pendidikan tinggi
- Serba siap tetapi belum mendengar suara pengutusan Allah
T E M A : Persiapan mendengar suara pengutusan Allah
KALKUN: Kita harus naik beberapa anak tangga kecil jika kita ingin mendengar suara pengutusan Allah
I. MELIHAT ALLAH DALAM KESUCIANNYA (1-4)
- Yesaya, iman, sendirian di Bait Suci, berdoa
- Allah pada takhtaNya yang tinggi, menyatakan masih berkuasa
- Serafim, Pengawal dalam bentuk manusia, 6 sayap, terbang, menyanyi, menyembah
- Apa sebabnya “Kudus” diucapkan tiga kali?
** “Kudus” 3 X = (Trinitas) ……. Sama dalam wahyu 4:8
- Kesucian adalah sifat utama Allah, Sumber sifat lain
Lukisan: Diusir dari Taman Eden (Kejadian 3) dan dicampakkan ke Neraka karena kekudusan Allah (Wahyu 21:8)
II. MENGAKUI KENAJISAN DIRI SENDIRI (5)
- Pengakuan Petrus sesudah menangkap ikan (Lukas 5:8)
- Pengakuan Ayub sesudah melihat Allah (Ayub 42:5-6)
- Pengakuan Yesaya, “……. najis ……. celaka ……. mataku telah melihat …….”
1) “Najis” ……. seruan kusta (Imamat 13:45)
2) Bagaimana bibir najis dapat mengucapkan dengan serafim, “Kudus, Kudus, Kudus!?”
- Bangsa Yahudi juga najis bibir (Yesaya 5:19)
III. MENERIMA PENGAMPUNAN ALLAH (6-7)
- Bara para mezbah ukupan dari mezbah korban berdarah (Imamat 6:12). Seraphim, sepit, sentuh mulut
- Nabi Yesaya mendengar kata-kata indah, “Kesalahanmu telah dihapus dan dosamu telah diampuni.”
- Api simbol pembersih dalam Perjanjian Lama (Maleakhi 3:2-3)
- Nabi Yesaya paling jelas tentang salib, Yesaya 53:5, 6, 11
- “Berbuat salah biasa untuk manusia, mengampuni adalah tindakan ilahi” (Alexander Pope)
- Yesaya tidak mendengar suara Allah sebelum ia dibersihkan
IV. MENYERAHKAN DIRI KEPADA KEHENDAK ALLAH (8)
- Suara Tuhan, “Siapakah ……. untuk Aku?” jamak, tritunggal
Lukisan: Ciptaan ……. gambaran “Kita”; Babel “Kita” ……. turun
- Kemuliaan Allah, Pembersihan, Suara Allah, Membalas kasih
- Rela diutus sebelum tahu tugasnya
- Menawarkan diri secara spontan, tanpa ragu-ragu, tanpa memperhitungkan beratnya …….
** “Seperti cincin dengan permatanya”: Sungguh sesuai
V. MENAATI PERINTAH PENGUTUSAN ITU (9)
- Pergilah ……. dengan berita ini, “……. katakanlah …….”
** Yang mengutus selalu menjelaskan berita yang harus dibawa oleh yang diutus
- Pergilah ……. kepada bangsa ini
- Pergilah ……. dengan urgensi ……. sekarang !
- Pergilah ……. dengan kuasa Allah tritunggal
** Senada janji Yesus di Matius 28:19-20
KESIMPULAN:
- Sudahkah Anda mendengar suaraNya? Belum? Naikilah anak-anak tangga
- Sudahkah Anda mendengar suaraNya? Ya! Pergilah untuk “Allah Tritunggal” dan dengan “Allah Tritunggal”
UNDANGAN:
- Setiap Anda yang merasa harus membereskan dosanya sebelum dapat mendengarkan suara Tuhan, silakan angkat tangan
- Setiap Anda yang bersedia mentaati panggilan Tuhan yang didengar pada hari ini, datanglah ke rumah gembala seusai kebaktian
TUGAS PENDENGAR:
- Dalam minggu ini, berdoa, minta pimpinan Tuhan tentang langkah berikut ini, dan menulis pimpinanNya ini pada selembar kertas yang dapat diserahkan kepada gembala jemaat.
MENDENGAR SUARA ALLAH
(Yesaya 6 : 1-9)
Untuk sungguh mengerti nas ini kita harus ingat bahwa secara kronologis pasal 6 terjadi beberapa waktu sebelum pasal 1.; maksudnya kami apa yang terjadi dalam nas ini merupakan permulaan panggilan nabi Yesaya. Lima pasal sebelumnya, dalam urutan waktu, terjadi sesudah kejadian yang tertulis dalam Yesaya 6:1-9. Pokoknya sebelum nas ini, secara historis setahu kita, Nabi Yesaya belum melayani Tuhan.
Pada waktu kejadian nas ini Yesaya sudah berumur lebih kurang 35 tahun. Kita perlu mengerti bahwa orang ini adalah bangsawan yang berpendidikan tinggi. Antara semua orang pada masa itu orang seperti Yesaya itu mendapat pendidikan yang paling tinggi dan paling memuaskan. Jelas ia menguasai berbagai pengetahuan seperti ilmu bumi, pengobatan dan ilmu sastra. Apakah ia dididik langsung oleh seorang guru ataukah dibawa tiap hari ke sekolah di istana kita kurang tahu tetapi ia sungguh digolongkan sebagai seorang cendekiawan pada masa itu.
Juga, dapat dikatakan bahwa ia cukup rohani. Jikalau pasal 6, dari segi kronologis merupakan pasal pertama dalam buku ini kita dapat mengatakan bahwa kali pertama kita bertemu dengan Yesaya, ia berada dalam Bait Allah. Malahan beberapa penafsir juga mengira bahwa Yesaya adalah seorang imam.
Demikianlah bila kita lihat dari segi kedudukannya, umurnya, pendidikannya, dan kerohaniannya orang ini siap untuk melayani Tuhan. Hanya satu soal. Dia belum mendengar suara Tuhan. Dia belum dipanggil Tuhan. Ini tidak berbeda dari banyak orang pada masa ini …… ingin melayani Tuhan tetapi belum mendengar suara panggilanNya.
Demikianlah sekarang kita akan memperbincangkan soal persiapan untuk mendengar suara pengutusan Allah. Sering kita tidak mendengar suara Allah karena kita tidak cukup dekat kepadaNya. Kita seperti anak yang, karena terlalu jauh dari orang tua, tidak mendengar suara orang tua yang memanggilnya untuk pulang. Oleh karena itu kami, dalam nas ini, ingin menunjukkan beberapa anak tangga yang harus kita naiki, jikalau kita ingin menjadi cukup dekat kepada Allah supaya kita dapat mendengar suaraNya. Anak-anak tangga yang dimaksudkan cukup jelas dalam cerita pendek ini tentang nabi Yesaya ini. Kita akan mulai dengan menyelidiki anak tangga pertama yang harus kita naiki, yaitu:
I. MELIHAT ALLAH DALAM KESUCIANNYA (1-4)
Nas kita dimulai dengan Yesaya sebagai imam dalam bait Allah. Dia sendirian dan dalam keadaan berdoa. Hal ini sangat indah. Jikalau kita ingin ketemu dengan Allah kita harus berada dalam sikap hati yang memungkinkan Allah berbicara kepada kita. Banyak orang bingung mengapa Allah tidak berbicara kepada mereka, tetapi mereka tidak memberi kesempatan kepada Allah untuk berbicara.
Pada waktu Yesaya dalam sikap berdoa Allah menyatakan diriNya. Yesaya melihat, “…… Tuhan duduk di atas takhta yang tinggi dan menjulang, dan ujung jubahNya memenuhi Bait Suci ……” Penglihatan ini meyakinkan Yesaya bahwa Tuhan masih berkuasa. Raja Uzia, seorang raja yang baik, meninggal beberapa hari sebelum penglihatan ini (Yesaya 6:1). Mungkin Yesaya bingung dan putus asa. Mungkin ia kecewa dengan raja yang baru dan merasa raja yang baru itu tidak akan sungguh mengutamakan Allah. Dengan perasaannya yang demikian ini Yesaya dapat melihat bahwa Tuhan masih duduk pada takhtaNya, bahwa Tuhan, Raja di atas segala raja, masih memerintah dalam dunia ini.
Sebagai raja dunia Tuhan juga datang dengan pengawal-pengawal. Tetapi enam pengawalNya adalah oknum sorgawi yang dinamakan “serafim.” Para serafim itu masing-masing mempunyai enam sayap tetapi hanya dua sayapnya dipakai untuk terbang. Mereka adalah makhluk yang paling hebat dan juga paling sadar akan kesucian Allah. Walupun mereka hanya memakai dua sayap untuk terbang sayap-sayap lainnya dipakai untuk menutup mukanya dan kakinya. Mengapa demikian? Karena mereka tinggal di hadirat Allah yang mahasuci. Dengan menutup mukanya mereka mengakui kesucianNya. Terlihat mereka juga menyembah Dia dengan menyanyikan suatu nyanyian khusus yang sering mengulangi perkataan “Kudus, kudus, kudus!”
Beberapa penafsir Alkitab mempertanyakan mengapa “kudus” diucapkan tiga kali. Sebetulnya ucapan ini tidak berbeda dari ucapan empat makhluk dalam Wahyu 4:8 yang berseru siang dan malam, “Kudus, kudus, kuduslah Tuhan Allah, Yang Mahakuasa……” Ada kemungkinan besar tiga ucapan ini cocok dengan tiga oknum Trinitas. Dengan demikian mereka memuji Allah Bapa, Tuhan Yesus dan Roh Kudus masing-masing karena kesucianNya.
Inilah sifat yang paling kentara apabila Allah menyatakan diriNya. Pertama-tama manusia akan sadar akan kesucian Allah. Malah kesucian adalah sumber dari dasar semua sifat Allah yang lain. Semua sifatnya seperti misalnya kasihNya, kebaikanNya, kesabaranNya itu berhubungan dengan kesucianNya.
Kita bertemu dengan kesucian Allah dalam Kejadian 3. Ingat, Adam dan Hawa diusir dari Taman Eden karena mereka jatuh ke dalam dosa. Dan kesucian Allah muncul berulang kali di seluruh Alkitab sampai dalam Wahyu 21:8 kita membaca bahwa semua orang jahat akan dicampakkan ke dalam lautan api dan sama sekali tidak boleh masuk sorga karena, “…… tidak akan masuk ke dalamnya sesuatu yang najis ……. “ (Wahyu 21:27).
Satu hal yang jelas dari ayat 1 sampai dengan 4, yaitu Yesaya melihat Allah dalam segala kesucianNya dan Ia mendengar para serafim memuji Allah karena kesucianNya.
Inilah anak tangga pertama yang harus Anda naiki kalau Anda ingin mendengar suara pengutusan Allah. Anda tidak memerlukan pengalaman seperti Yesaya tetapi dalam hati (bukan dalam akal saja) Anda harus ada kesadaran sedalam-dalamnya bahwa Allah itu mahasuci. Sesudah Anda naik anak tangga itu anak tangga kedua yang harus ditangani, ialah:
II. MENGAKUI KENAJISAN DIRI SENDIRI (5)
Apa yang terjadi apabila seseorang melihat Allah? Ada cukup banyak ceritera dalam Alkitab mengenai respons pertama dari seseorang apabila ia bertemu dengan Penciptanya. Ingatlah kejadian pada waktu Tuhan Yesus menyuruh Petrus dan rasul-rasul lain untuk menolakkan perahunya sedikit jauh dari pantai dan menebarkan jalanya sekali lagi? Mereka tahu bahwa Yesus adalah tukang kayu, bukan nelayan, namun mereka taati. Pada waktu jalanya menjadi begitu penuh sampai koyak, Petrus menjadi sadar bahwa Dia yang berada bersama dengan mereka bukan seorang tukang kayu dari Nazaret tetapi Tuhan semesta alam. Dan apa yang dilakukan Petrus? Ia mengucapkan, “Tuhan, pergilah dari padaku, karena aku ini seorang berdosa.”
Beberapa ribu tahun sebelum kejadian ini Ayub mempunyai pengalaman yang hampir sama. Sesudah berhari-hari berdebat dengan teman-temannya tentang mengapa ia kehilangan keluarganya, hartanya dan kesehatannya Allah berbicara kepadanya. Allah menyatakan kekuasaanNya dan kebesaranNya kepada Ayub. Apa yang dikatakan Ayub? Lihatlah Ayub 42:5-6, “Hanya dari kata orang saja aku mendengar tentang Engkau, tetapi sekarang mataku sendiri memandang Engkau. Oleh sebab itu aku mencabut perkataanku dan dengan menyesal aku duduk dalam debu dan abu.”
Inilah yang akan terjadi pada tiap orang yang sungguh melihat kesucian Allah. Ia akan melihat ke dalam dirinya sendiri dan sadar akan kenajisannya. Dan ini yang terjadi juga pada nabi Yesaya. Lihatlah pengakuan Yesaya dalam ayat 5, “Celakalah aku! Aku binasa! Sebab aku ini seorang yang najis bibir dan aku tinggal di tengah-tengah bangsa yang najis bibir, namun mataku telah melihat Sang Raja.”
Pertama perhatikanlah istilah “najis.” Ini adalah suatu kata yang paling hina untuk orang Yahudi. Tidak seorangpun ingin disebut “najis.” Oleh karena itu orang Yahudi membuat ratusan peraturan yang harus ditaati untuk menghindarkan diri dari menjadi najis.
Dalam Imamat 13:45 kita membaca bahwa seseorang yang kena kusta, yaitu dapat penyakit lepra, harus selalu menyerukan kata “Najis” sebagai peringatan jikalau didekati oleh orang yang tidak mempunyai penyakit itu. Ini berarti bahwa”najis” adalah satu-satunya istilah yang didengar dari orang lepra di tanah Yudea. Dan apakah yang dikatakan Yesaya, seorang bangsawan yang berpendidikan tinggi, seorang imam itu? Dia mengatakan, “…… aku ini seorang yang najis bibis ……” (Yesaya 5:6).
Bagaimana seorang yang najis dapat menghadap Allah apalagi memuji Allah dengan para serafim sambil menyanyi, “Kudus, kudus, kudus!?” Yesaya sadar akan kontradiksi besar ini. Dengan jelas ia melihat suatu masalah yang mahabesar. Hanya karena ia ada dalam hadirat Allah ia sadar akan dosanya dan karena dosanya itu ia sadar bahwa tidak pantas ia berada di hadirat Allah.
Dan bukan itu saja. Dia juga sadar kembali betapa najisnya umatnya sendiri. Walaupun ia mulai dengan menyebut kenajisannya sendiri ia tidak lupa menyebut kenajisan dari umatnya. Kita dapat melihat juga sepintas lalu mengapa Yesaya menyesal akan ucapan-ucapan bangsanya. Mereka mengejek Allah dengan mengatakan, “Baiklah Allah lekas-lekas dan cepat-cepat melakukan tindakanNya supaya kita lihat; dan baiklah keputusan Yang Mahakudus, Allah Israel datang mendekat, supaya kita tahu (Yesaya 5:19).” Mereka berani sekali dan sama sekali tidak takut akan Tuhan. Masakan Yesaya tidak melihat kenajisan bangsanya ini sebagai masalah besar yang harus ditangisi dengan sungguh-sungguh.
Demikian Yesaya naik anak tangga pertama dan kedua. Dia melihat kesucian Allah. Dia mengakui dosanya sendiri. Sekarang ia lebih dekat kepada Allah tetapi belum siap mendengar suara Allah. Dia harus naik satu anak tangga lagi, yaitu ia harus:
III. MENERIMA PENGAMPUNAN ALLAH (6-7)
Sesudah pengakuan Yesaya ….. perhatikanlah “sesudah” pengakuannya. Seorang serafim terbang ke mezbah. Mezbah yang didatangi adalah mezbah ukupan. Pada mezbah ini ukup (wangi-wangian) dibakar sebagai lambang doa orang-orang suci. Dalam Imamat 16:12 kita dapat melihat bahwa bara api yang dipakai untuk membakar ukup ini diambil dari mezbah korban darah. Demikianlah serafim itu mendekati mezbah ukupan itu dan dengan sepasang sepit ia mengambil sebuah bara api. Dengan bara api itu ia menyentuh bibir Yesaya, yaitu bibir yang najis itu.
Langsung serafim itu mengucapkan beberapa kata yang paling indah pada telinga seseorang yang menyesal karena dosanya, “…… kesalahanmu telah dihapus dan dosamu telah diampuni,” Apakah ini berarti bahwa api dipergunakan untuk menyucikan kita dari dosa? Jelas tidak. Api di sini hanya mengingatkan kita bahwa orang percaya yang sudah diselamatkan, yaitu anak Tuhan, dikuduskan melalui pencobaan-pencobaan. Nabi Maleakhi malahan menggambarkan Tuhan sebagai api tukang pemurni logam (Maleakhi 3:2-3). Tetapi keselamatan itu betul-betul dihasilkan oleh pengorbanan darah Yesus. Tidak ada seorang nabi lain dalam Perjanjian Lama yang lebih mengetahui dengan jelas tentang hal ini dari pada Yesaya sendiri. Perhatikanlah Yesaya 53:5-6, 11, “…… dia tertikam oleh karena pemberontakan kita, dia diremukkan oleh karena kejahatan kita; ganjaran yang mendatangkan kesehatan bagi kita ditimpakan kepadaNya kejahatan kita sekalian ……. kejahatan mereka Dia pikul.”
Memurnikan anak-Nya adalah satu hal yang diusahakan Tuhan terus menerus. Dan hanya Dialah yang dapat mengampuni umat manusia. Seseorang pernah berkata, “Berbuat salah itu biasa untuk manusia, mengampuni adalah tindalah ilahi.”
Perlu kita perhatikan bahwa sebelum saat itu, yaitu sebelum Yesaya menerima pengampunan Tuhan dan dibersihkan dari dosanya, ia sama sekali tidak mendengar suara Tuhan. Dalam ayat-ayat sebelumnya kita dapat mendengar suara serafim dan suara Yesaya sendiri tetapi Tuhan diam saja. Tetapi sekarang Yesaya siap untuk mendengar suara Tuhan, malahan ia baru dapat mendengar suara Tuhan karena ia sudah naik tiga tangga yang penting. Ia sudah melihat Allah dalam kesuciannya. Ia sudah mengakui dosanya sendiri. Ia sudah menerima pengampunan Tuhan.
Tetapi ia masih naik anak tangga lagi, yaitu anak tangga keempat. Kami dapat mengatakan bahwa pada anak tangga ini seseorang harus:
IV. MENYERAHKAN DIRI KEPADA KEHENDAK ALLAH (8)
Kalimat pertama yang didengar Yesaya tidak merupakan suatu pernyataan. Sebaliknya Allah mulai berbicara dengan melontarkan satu pertanyaan kepada Yesaya, “Siapakah yang akan Kuutus, dan siapakah yang mau pergi untuk Aku?” Sebetulnya istilah “Aku” dalam pertanyaan ini jamak dalam hampir semua terjemahan Alkitab. Terjemahan yang lebih baik dari pertanyaan Allah ini ialah, “Siapakah yang akan Kami utus dan siapakah yang mau pergi untuk kami?” Pertanyaan ini diucapkan oleh Allah Tritunggal. Kita melihat pemakaian kata ini di beberapa tempat yang lain dalam Perjanjian Lama. Dalam Kejadian 1:26 Tuhan Allah mengambil keputusan yang berbunyi, “Baiklah kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita ……” Pada waktu manusia mulai membangun menara Babel kita mendengar ucapan ini dari Allah, “Baiklah Kita turun dan mengacaubalaukan di sana bahasa mereka, sehingga mereka tidak mengerti lagi bahasa masing-masing (Kejadian 11:7).”
Betapa indahnya! Mencari utusan adalah hal yang melibatkan Allah Tritunggal. Ini bukan pertanyaan remeh yang didengar oleh Yesaya. Inilah pertanyaan yang digumulkan di sorga dan disampaikan oleh setiap oknum dari Trinitas serentak dengan satu suara.
Dan bagaimana tanggapan Yesaya? Dia sudah melihat kemuliaan Allah. Dia sudah menyadari dosanya sendiri. Dia sudah menerima pengampunan akan dosanya. Jelas dia merasa berutang. Jelas ia rindu membalas kasih Tuhan. Apalagi dia baru saja sempat mendengar suara Allah berbicara langsung kepadanya. Demikianlah ia langsung menyerahkan diri dengan mengucapkan, “Inilah aku, utuslah aku!” Dia tidak minta keterangan dulu mengenai seluk-beluk tugasnya. Pengorbanan yang dituntut dan imbalan yang akan diterimanya tidak dipertimbangkan. Sebagai akibat dari kasih dan rasa terharunya dia menawarkan dirinya secara spontan, tanpa ragu-ragu, tanpa memperhitungkan untung-rugi atau beratnya dari seorang utusan Tuhan.
Tanggapan Yesaya jelas adalah “seperti cincin dengan permatanya,” sangat sesuai. Bagaimana respons kita terhadap panggilan Tuhan? Apakah respons kita mirip dengan respons Yesaya atau apakah kita tawar menawar dengan Tuhan? Pada anak tangga ini Yesaya memberikan satu-satunya tanggapan yang pantas, yang cocok dan oleh karena itu ia diizinkan naik anak tangga terakhir di mana ia akan dengan gampang mendengar suara Tuhan terus-menerus. Apakah anak tangga itu?
V. MENAATI PERINTAH PENGUTUSAN ITU (9)
Sesudah Yesaya mengucapkan, “Inilah aku, utuslah aku!” dia tidak menjadi bingung lagi tentang pelayanannya, yaitu tentang apa yang harus dikerjakannya. Tuhan mengatakan, “Pergilah dan katakanlah ……” Dan apa yang harus dikatakan Yesaya diuraikan dengan jelas oleh Tuhan. Sering kita takut kalau Tuhan akan memanggil kita untuk menjadi guru, penginjil atau pengkhotbah dan kita merasa tidak sanggup. Malahan sering kita tidak tahu apa yang harus kita katakan. Tetapi kita tidak perlu takut. Tuhan sendiri akan memimpin kita dan menjelaskan kepada kita apa yang harus kita katakan sebagai utusanNya. Ingatlah, kita adalah utusanNya dan seorang utusan hanya perlu memberitakan apa yang ditentukan oleh orang yang mengutusnya.
Dan ke manakah Yesaya harus pergi? Itulah yang juga akan menjadi pertanyaan buat setiap orang yang diutus Tuhan. Tetapi sekali lagi Tuhan memberi dengan segera jawaban yang singkat dan jelas dengan mengatakan, “Pergilah …… kepada bangsa ini ……” Yang mengutus selalu menyediakan tugas dan tempat pelayanan yang khusus. Apabila kita menyerahkan diri kita kepadaNya, pasti, pada waktuNya, dia akan menunjukkan tugas yang harus kita kerjakan.
Dan lihatlah urgensi dalam panggilan Tuhan. Dia tidak menyuruh Yesaya menunggu tiga bulan, baru akan ada keterangan. Dia langsung memberi perintah, “Pergilah …….” Nah, kita harus ingat bahwa Yesaya sudah siap. Ia sudah menyelesaikan pendidikannya dan umurnya sudah cukup. Oleh karena itu ia tidak boleh berdalih-dalih lagi. Ia tidak boleh bingung lagi. “Kapan?” tidak boleh menjadi pertanyaan yang digumuli di dalam hatinya atau keluar dari bibirnya. Ada urgensi, Yesaya! Jangan tunggu lagi, jangan tambah doa, jangan tambah pendidikan, jangan menunda menjalankan tugas yang Kami tentukan. Pergilah….!
Dan siapakah mengutusnya? Bukan Allah Bapa, bukan Allah Anak, bukan Roh Kudus tetapi semuanya bersama-sama, yaitu Allah Maha Esa yang beroknum tiga, Allah Tritunggal. Cobalah renungkan ini: Seseorang yang diutus Allah, diutus oleh Allah Tritunggal, dan didukung oleh semua kekuasaan Allah semesta alam, Siapakah akan takut? Siapakah akan mengeluh? Kalimat utusan dalam nas ini senada dengan Perintah Agung dalam Matius 28:18-20, “KepadaKu telah diberikan segala kuasa di sorga dan di bumi. Karena itu pergilah …………. Dan ketahuilah, aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman.”
KESIMPULAN:
Sudahkah Anda mendengar suaraNya? Allah ingin berfirman kepada Anda, ia masih mencari orang-orang yang dapat diutus untuk membawa beritaNya kepada dunia yang jahat ini. Tetapi sebelum kita dapat mendengarkan suara pengutusanNya kita harus menaiki semua anak tangga ini. Kita harus melihat atau menyadari kesucian Allah. Kita harus menjadi sadar akan dosa kita sendiri. Kita harus menerima pengampunan Tuhan untuk dosa-dosa kita. Kita harus menyerahkan diri kita secara mutlak kepadaNya. Baru pada saat itu kita akan mendengarkan suara Tuhan.
Sudahkah Anda mendengar suaraNya? Jikalau “Ya” Anda perlu menaati suara itu. Anda perlu pergi untuk “Allah Tritunggal” dan dengan dukungan “Allah Tritunggal!”
UNDANGAN:
Kami yakin beberapa di antara Anda belum dapat mendengar suara Tuhan karena masih ada dosa-dosa dalam kehidupan Anda. Setiap Anda yang merasa harus membereskan dosanya sebelum dapat mendengar suara Tuhan, silakan angkat tangan.
Ada kemungkinan besar juga bahwa beberapa di antara Anda sudah mendengar suara dan panggilan Tuhan, tetapi tidak menanggapinya atau menaatinya. Jikalau ini menjadi persoalan Anda dan Anda ingin mengatasinya, silakan datang ke rumah gembala sesudah kebaktian.