PENGHARGAAN SETIAP HARI
(Mazmur 90 : 1 – 17)
GARIS BESAR
PENDAHULUAN
- Musa selamat pada waktu bayi; waktu ia lari ke Midian
- Dia selamat pada waktu diserang laskar Firaun, waktu serangan Amalek
T E M A : Penghargaan tiap hari yang kami terima dari Tuhan
KALKUN : Doa Musa memuat 4 prinsip yang dapat menolong kita menghargai tiap-tiap hari kita
I. ALLAH ITU KEKAL ADANYA (1-4)
- Manusia itu turun-temurun, tetapi Allah itu tetap (1b)
Lukisan: Wurmbrand ……… pejalan ……… pohon ……… beberapa jam ……… lama tunggu
- Sebelum gunung, bumi, dunia ……… Allah ada (2)
** “Gunung” sering merupakan tanda kekekalan
- Dari selama-lamanya sampai selama-lamanya (2)
** Raja segala zaman, Allah yang kekal (I Timotius 1:17)
- Seribu tahun seperti kemarin apabila berlalu (4a)
- Seribu tahun seperti giliran jaga di waktu malam (4b)
- Ia pencipta, bukan mangsa waktu ……… Biar Ia mengajar kita.
II. ALLAH MEMBERI KEPADA KITA HIDUP YANG PENDEK (5-10)
- Manusia, seperti mimpi, berlalu segera, (5)
Lukisan: Lamanya mimpi kurang/lebih 20 menit
- Manusia seperti rumput (5b-6)
Lukisan: Skip Gulleson, Pak Soekanto
- Masa hidup kita, 70 s/d 80 tahun (10)
Lukisan: Abad pertama panjang umur rata-rata 18 tahun
- Kita menghabiskan tahun-tahun kita seperti keluh (9)
III. ALLAH ITU MAHA BESAR-MAHA DAHSYAT (3-11)
- Dosa kita kelihatan pada Allah (8)
Lukisan: Raja Daud berzinah, membunuh, tapi Nabi Natan tahu
- Murka/Amarah Allah dahsyat betul (7, 11)
Lukisan: Orang Israel berzinah, 24,000 dibunuh Tuhan, Pinehas membunuh pelaku, (Bilangan 25:1-10)
- Allah menghanyutkan manusia (5)
Lukisan: Peledakan Gunung Krakatau, laut menghanyutkan kapal 1 ½ kilometer dari pantai ke tanah kering
- Allah mengembalikan manusia kepada debu (3)
IV. ALLAH SAJA YANG DAPAT MEMPERKAYA WAKTU KITA (12-17)
** Perhatikanlah beberapa permohonan Musa
- Ajarlah kami menghitung hari kami (12)
** “Sedemikian” ……… mimpi, rumput, 70-80 tahun ………
Lukisan: Guru besar ……… penghitung waktu secara mundur ……… 69-68
- Tinggal beserta kami (13) ……… “kembalilah.”
** Tiap jam tanpa kehadiran Allah sia-sia belaka
- Buatlah kami bersukacita (14b-15)
- Biarlah kami melihat perbuatanMu ……… mujizat (16)
- Teguhkanlah perbuatan tangan kami (17)
** Hanya pekerjaan yang diteguhkan Tuhan, kekal adanya
KESIMPULAN
- Waktu kita terlalu sedikit untuk diboroskan, diremehkan
- Doa Musa perlu dijadikan doa kita
UNDANGAN:
- Mendoakan dalam hati sekarang ini lima pokok doa Musa
- Saudara yang ingin ditolong mengenai pemakaian waktu, hubungilah kami sesudah kebaktian selesai
TUGAS PENDENGAR:
- Mendoakan lima pokok doa Musa sekali sehari selama satu minggu
- Siapkan satu jadwal pemakaian waktu dan membahasnya dengan kami pada minggu depan
PENGHARGAAN SETIAP HARI
(Mazmur 90 : 1 – 17)
Seseorang yang selamat dari suatu musibah yang hampir merampas nyawanya biasanya lebih menghargai waktu yang masih ada padanya dari pada orang-orang lain. Dalam Mazmur 90, Musa menyampaikan suatu doa tentang hal waktu. Pandangan dan doa Musa ini sungguh dapat menolong kita menghargai setiap hari, setiap jam yang diberikan kepada kita, karena beberapa kali nyawa Musa diselamatkan dari maut. Demikianlah tiap menit menjadi berharga baginya. Pada waktu ia masih bayi ia diselamatkan dari pedang tentara Firaun. Kemudian pada waktu ia sudah pemuda ia terpaksa melarikan diri ke Midian, sekali lagi untuk menyelamatkan nyawanya. Pada waktu ia memimpin bani Israel dari Mesir nampaknya mereka sekalian akan dilenyapkan oleh 600 kereta Firaun dan sekali lagi Tuhan melepaskan Musa dari maut dan memberi dia hari-hari baru. Di Padang Sinai rupanya mereka sekalian akan dibunuh oleh orang Amalek. Pada waktu itu Tuhan memberi kemenangan dan menambah waktu hidup pada Musa.
Demikianlah Musa, karena hidupnya diperpanjang beberapa kali, sungguh menghargai waktu yang ada padanya. Ia juga, malam Mazmur ini, dapat menolong kita untuk menghargai tiap hari yang di berikan kepada kita. Kita akan memeriksa doa ini dengan teliti karena di dalamnya ada empat prinsip yang dapat menolong kita menghargai hari-hari kita. Sekarang kita akan menyelidiki prinsip yang pertama, yaitu:
I. ALLAH ITU KEKAL ADANYA (1-4)
Dalam Mazmurnya Musa mulai dengan mengatakan bahwa manusia itu turun-temurun tetapi Tuhan itu tetap adanya. Manusia berbicara mengenai angkatan ’45 dan angkatan ’66, tetapi tidak demikian dengan Tuhan. Angkatan-angkatan bani Israel turun-temurun dan Tuhan menjadi tempat perteduhan mereka sekalian.
Kenyataan ini mengingatkan kami mengenai sebuah ceritera yang disampaikan oleh Pdt. R. Wurmbrand. Ia menyampaikan ceritera kuno dari Tiongkok tentang seseorang yang berjalan melalui padang yang kering di bawah sinar matahari yang terik sekali. Jauh di mukanya ia melihat sebuah pohon dan ini sungguh menghiburnya. Dia terus berjalan sampai tiba di bawah pohon di mana udaranya menjadi sejuk sekali dan langsung ia memandang ke atas dan mengatakan kepada pohon itu “Kami sungguh senang bertemu dengan Bapak Pohon di tengah padang belantara ini.” Langsung pohon besar itu menjawab: “Sebetulnya kami sudah menunggu anda selama seribu tahun.”
Demikianlah perbandingan kita dengan Allah. Kita baru tiba di bumi ini, berada di sini sementara saja, meninggal, tetapi Allah ada di sini jutaan tahun sebelumnya dan jutaan tahun sesudahnya. Manusia lahir dan mati tetapi Tuhan tetap ada.
Dalam ayat 2 kita membaca, “Sebelum gunung-gunung dilahirkan, dan bumi dan dunia diperanakkan ……… Engkaulah Allah.” Dan dalam Alkitab “gunung-gunung” itu sering dipakai sebagai tanda kekekalan. Memang Ia kekal adanya ……… hidupNya dari selama-lamanya sampai selamanya. Dalam I Timotius kita membaca, “Hormat dan kemulian sampai selama-lamanya bagi Raja segala zaman, Allah yang kekal ……… (1:17).”
Dalam ayat 4 Musa berusaha untuk menggambarkan arti waktu itu dibandingkan dengan kekekalan Allah. Untuk manusia seribu tahun adalah waktu yang lama sekali. Seribu tahun yang lalu adalah 989 M, zaman kuno betul. Tetapi apa artinya seribu tahun dengan Tuhan ……… “seperti hari kemarin, apabila berlalu.” Dan kita semua tahu betapa cepatnya kemarin itu lewat. Coba ingat, kemarin, dan kita semua mengakui bahwa kemarin, dalam pengalaman kita, lewat cepat sekali. Kemudian Musa membandingkan seribu tahun dengan giliran jaga pada waktu malam. Pada waktunya rasanya giliran jaga (kurang/lebih 4 jam) itu cukup lama tetapi sesudah selesai, kelihatannya waktu itu cepat berlalu. Buat kita giliran jaga malam pendek sekali dan cepat berlalu. Demikian seribu tahun dengan Tuhan, karena Ia kekal adanya.
Siapa dapat mengajar kita tentang waktu dan menolong kita menghargai waktu kita lebih dari Allah sendiri? Ialah pencipta waktu, bukan mangsa waktu seperti kita. Biarlah kita minta Allah mengajar kita untuk menghargai waktu yang Ia berikan kepada kita
Demikianlah prinsip pertama yang harus kita kuasai, jikalau kita mau menghargai waktu, yaitu Allah yang kekal adanya. Prinsip kedua ialah:
II. ALLAH MEMBERI KEPADA KITA HIDUP YANG PENDEK (5-10)
Dalam ayat ini musa berusaha untuk menggambarkan pendeknya hidup manusia. Pertama, manusia dibandingkan dengan sebuah mimpi. Seorang yang bermimpi merasa mimpinya panjang, tetapi sebetulnya sebuah mimpi biasanya tidak lebih panjang dari 20-30 menit. Apalagi dalam pengalaman kita, sering rasanya mimpi itu lebih pendek lagi.
Manusia juga dibandingkan dengan rumput yang pada pagi hari berbunga tetapi karena terkena terik matahari, pada petang hari lisut dan layu. Manusia juga sementara kelihatan gagah, kuat, segar tetapi dalam waktu singkat ia menjadi tua, capai dan akhirnya mati. Kami sendiri masih agak muda namun kami sudah menyaksikan kematian banyak teman kami. Malahan adik kami meninggal pada waktu ia berumur 32 tahun dan ada teman kami di Jawa Timur, Bapak Soekanto, yang cukup lama melayani Tuhan, juga baru saja wafat. Anda juga dapat mengingat banyak anggota keluarga, sanak-saudara dan kenalan yang baru-baru ini meninggal, dan sebagian dari mereka masih muda juga. Memang manusia seperti rumput!
Musa mengatkan bahwa masa hidup kita 70 dan kalau kuat mungkin 80. Musa sendiri hidup sampai berumur 120, tetapi rata-rata semua orang hidup kurang lebih 70-80 tahun pada zaman itu. Pada abad pertama di Kerajaan Roma penduduk-penduduknya hidup rata-rata sampai berumur 18 tahun. Memang ada yang hidup sampai menjadi tua tetapi banyak bayi yang meninggal sehingga rata-rata umur manusia di Roma hanya 18 tahun. Sekarang ini bagaimana? Dengan segala pengobatan dan usaha manusia, sekarang ini manusia hidup sampai rata-rata 70-80 tahun. Seorang muda menganggap umur 70 tahun itu tua, tetapi tanyakan kepada orang yang seumur itu dan ia akan mengatakan bahwa hidupnya berlalu cepat dan 70 tahun itu betul merupakan waktu yang pendek. Dan pendek betul apabila dibandingkan dengan kekekalan.
Akhirnya Musa mengatakan bahwa kita “……… menghabiskan tahun-tahun kami seperti keluh (9),” Keluh ……… sesuatu yang tidak memakan banyak waktu dan adalah tanda kesedihan dan kesia-siaan. Kita semua sadar bahwa hidup kita amat pendek. Semoga gambar kiasan yang dikemukakan Musa makin menolong kita untuk menyadari betapa singkatnya waktu kita di bumi ini. Dengan demikian kita akan lebih menghargai waktu dan hari yang dihadiahkan Allah kepada kita.
Prinsip ketiga yang akan menolong kita untuk menghargai hari-hari kita ialah demikian:
III. ALLAH ITU MAHA BESAR-MAHA DAHSYAT (3-11)
Apakah hubungan antara menghargai waktu dengan kedahsyatan Allah? Pertanyaan baik, tetapi sebelum kita menjawabnya, marilah kita melihat apakah yang dikatakan Musa tentang kebesaran Allah.
Hal pertama yang disinggung ialah kenyataan bahwa Allah itu mahatahu. Dalam ayat 8 kita membaca, “Engkau menaruh kesalahan kami di hadapanMu, dan dosa kami yang tersembunyi dalam cahaya wajahMu.” Tidak ada sesuatupun yang tersembunyi bagi Tuhan. Cerita Daud sendiri, antara lain, mengingatkan kita akan kenyataan ini. Secara tersembunyi Daud menyaksikan Batsyeba mandi dan secara tersembunyi pula ia tidur dengan dia. Ketika Batsyeba menjadi hamil secara tersembunyi, Daud berusaha membuat Uria, suaminya, tidur bersamanya, tetapi Uria tidak mau. Kemudian, secara tersembunyi, Daud merencanakan pembunuhan terhadap Uria dan kemudian mengambil Batsyeba menjadi isterinya yang sah. Daud merasa semuanya beres, tetapi ia lupa bahwa semuanya terlihat oleh Allah. Akhirnya Allah menyuruh Nabi Natan untuk menegur Daud, dan untungnya, Daud bertobat, walaupun akhirnya ia menderita karena dosanya. Dosa Daud tidak tersembunyi dari Tuhan malahan Allah menaruh dosa kita di hadapan diriNya sendiri. Maksudnya dosa kita sungguh dilihat Allah.
Kemaha-besaran Allah dilihat bukan saja di dalam kenyataan bahwa Dia melihat kesalahan kita, tetapi juga bahwa Dia sungguh membenci segala dosa. Dalam ayat 7 tertulis, “Sungguh, kami habis lenyap karena murkaMu dan karena kehangatan amarahMu kami terkejut.” Ayat 11 mengatakan, “Siapakah yang mengenal kekuatan murkaMu dan takut kepada ganasMu?” Murka Allah paling terlihat ketika Ia menghadapi dosa di antara umatNya. Mungkin Anda ingat cerita tentang bani Israel waktu mereka berada di Moab. Mereka sudah mengalahkan beberapa musuh mereka tetapi belum masuk Tanah Perjanjian. Sementara mereka tinggal di kota Sitim, mereka mulai berzinah dengan perempuan-perempuan Moab. Kemudian mereka diundang ke korban sembelihan bagi allah orang Moab. Mereka mulai turut makan dari korban itu malahan mulai menyembah allah orang Moab. Murka Tuhan bangkit terhadap umat Israel. Allah menyuruh setiap orang yang berhubungan dengan allah Moab supaya dibunuh. Pembunuhan massal dimulai dan juga suatu tulah datang dari Tuhan. Ribuan orang meninggal. Pada waktu itu seorang Israel di depan umum dan pada waktu banyak orang sedang dibunuh karena perzinahannya, membawa seorang perempuan Moab ke kemahnya. Pinehas melihat itu dan dengan segera mengambil tombaknya, mengejarnya dan membunuh baik orang Israel maupun perempuan itu. Akibatnya, karena Pinehas begitu giat membela kehormatan Tuhan, murka Allah surut, tetapi belum surut sebelum 24,000 orang mati akibat tulah dari Tuhan (Bilangan 25:1-10).
Dalam ayat 5 Musa menyinggung hal kedahsyatan Allah ketika ia mengatakan bahwa Allah “menghanyutkan” manusia. Kami rasa perkataan ini mengarahkan perhatian kita kepada laut. Musa masih ingat bagaimana ombak besar di Laut Teberau menghanyutkan tentara-tentara Firaun pada waktu mereka mengejar bani Israel. Tenaga laut itu begitu kuatnya. Kami pernah membaca, bahwa pada waktu peledakan Gunung Krakatau, arus laut membawa sebuah kapal satu setengah kilometer dari pantai dan menaruhnya di atas tanah yang kering. Kekuatan manusia tidak berarti apa-apa dibandingkan dengan tenaga yang dilepaskan oleh arus ombak lautan apalagi bila dibandingkan dengan kekuatan Tuhan sendiri.
Akhirnya dalam Mazmur ini kita melihat kebesaran Allah yang berhubungan dengan nasib manusia. Manusia terlalu sering merasa bahwa nasibnya berada dalam tangannya sendiri. Tetapi perhatikanlah ayat 3, “Engkau mengembalikan manusia kepada debu dan berkata: Kembalilah, hai anak-anak manusia!” Seorang dokter tidak menentukan panjang hidupnya seseorang. Hal ini ada dalam tangan Tuhan. Apabila ia berkata, “Kembalilah!” kita pasti kembali menjadi debu.
Nah bagaimana dengan pertanyaan itu, “Apakah hubungan antara menghargai waktu dengan kedahsyatan Allah?” Tatkala kita sadar akan kenyataan bahwa Allah mahatahu, mahasuci, mahakuasa dan menentukan panjang hidup manusia, kita juga sadar bahwa Ia dapat menolong kita mengatur dan memakai waktu kita semaksimal mungkin. Kita akan sadar bahwa tiap hari diberikan kepada kita oleh Pencipta kita, yang maha besar dan maha dahsyat itu. Akibatnya kita akan menerima tiap hari sebagai hadiah yang indah, dan karenanya kita akan menghargainya dengan sungguh-sungguh.
Sekarang perhatikanlah prinsip keempat yang akan menolong kita untuk menghargai hari demi hari yang diberikan Tuhan kepada kita.
IV. ALLAH SAJA YANG DAPAT MEMPERKAYA WAKTU KITA (12-17)
Kami mengatakan bahwa Mazmur ini merupakan doa tetapi sampai di sini satu doapun belum dipanjatkan, namun pada ayat-ayat terakhir ini Musa menaikkan beberapa permohonan kepada Allah karena ia sadar bahwa hanya Allah yang dapat memperkaya waktunya. Kita akan menyatakan penghargaan kita atas hari-hari kita apabila kita minta agar Tuhan memperkaya hari itu buat kita. Mari kita perhatikan beberapa pokok doa yang dipanjatkan Musa agar waktunya diperkaya.
Pertama ia berdoa agar Tuhan mengajar dia untuk menghitung hari-harinya sedemikian rupa, sehingga ia beroleh hati yang bijaksana. Mungkin maksudnya “sedemikian” di sini berarti “sedemikian lamanya mimpi,” “sedemikian umurnya rumput,” “sedemikian umur manusia 70-80 tahun.” Artinya, “Tuhan, tolong kami untuk mengingat betapa pendeknya hidup kami ini.” Manusia cenderung lupa bahwa hidup ini sejenak saja. Kita memerlukan pertolongan dari Tuhan untuk mengingatkan kita mengenai pendeknya hidup ini.
Pernah kami baca bahwa Presiden Nixon, pada waktu dipilih sebagai presiden Amerika Serikat, meminta sebuah kalender yang dibuat dengan memulai hari yang ke-1.460 dan tiap hari akan dikurangi satu hari, sampai pada hari kedua nomernya menjadi 1.459, hari ketiga nomernya 1.458 dan seterusnya. Dia dipilih menjadi presiden untuk waktu 4 tahun atau 1.460 hari. Kalender semacam itu mengingatkan dia tentang berapa hari ia masih ada dalam masa jabatannya sebagai presiden. Orang yang mempunyai kalender semacam itu betul-betul belajar menghitung harinya.
Doa kedua Musa ialah, “Kembali, ya Tuhan ……” (13). Musa ingin agar Tuhan tinggal bersama-sama dengan dia. Ia sadar bahwa tiap jam dan tiap hari tanpa kehadiran Allah itu sia-sia saja. Seseorang yang mengatakan bahwa ia menghargai waktu yang diberikan kepadanya tetapi acuh-tak-acuh akan kehadiran Allah itu belum sungguh-sungguh menghargai hari-harinya. Waktu kita akan diperkaya asal Allah berjalan beserta kita melalui hari lepas hari.
Pokok doa ketiga ialah, “Buatkanlah kami bersukacita seimbang dengan hari-hari Engkau menindas kami, seimbang dengan tahun-tahun kami mengalami celaka (15).” Hari lepas hari akan sungguh kita nikmati kalau kita dapat mengalami sukacita terus-menerus. Hanya Tuhan yang dapat memberi sukacita yang murni kepada umatNya. “Kenyangkanlah kami di waktu pagi dengan kasih setiaMu,” kata Musa, “supaya kami bersorak-sorai dan bersukacita semasa hari-hari kami” (14). hari yang dilaluinya dengan sukacita adalah hari yang sungguh-sungguh berharga. Hanya Tuhan yang dapat memberi kepada kita sukacita semacam itu.
Keempat, Musa minta agar tangan Tuhan dilihat dalam kehidupannya, di dalam harinya. Dalam ayat 16 ia minta agar perbuatan Tuhan dilihatnya. Apakah ia meminta agar mujizat Tuhan dilihat dalam kehidupannya hari demi hari karena dirasanya kurang terang? Paling sedikit ia yakin harinya berharga jikalau Tuhan campur tangan dalam segala usahanya.
Akhirnya ia berdoa agar Tuhan akan meneguhkan perbuatan tanganNya. Dengan tanganNya ia memimpin, memerintah, dan menulis. Dengan tangan kita, kita menanam, mencuci, memasak, menuai dan membangun. Kita bekerja dengan memakai tangan kita terus menerus. Tetapi apakah pekerjaan tangan kita akan berhasil? Apakah usaha kita akan berfaedah? Inilah pertanyaan Musa dan oleh karena itu ia meminta kepada Tuhan, “Teguhkanlah perbuatan tangan kami (17).” Kalau ingin pekerjaan kita berhasil, waktu kita harus dipakai dengan efisien dan bijaksana. Orang yang betul-betul menghargai waktunya akan berdoa agar segala pekerjaannya diteguhkan Tuhan. Hanya pekerjaan yang diteguhkan Tuhan, kekal adanya.
KESIMPULAN:
Kehidupan kita pendek sekali, singkat sekali. Kita tidak boleh meremehkan satu detikpun dari waktu kita apalagi memboroskannya. Empat prinsip yang diselidiki tadi akan menolong kita untuk sungguh-sungguh menghargai tiap menit dan tiap hari yang dihadiahkan Tuhan kepada kita. Kita perlu mengingat bahwa Allah kekal adanya dan oleh karena itu serba mengerti soal waktu. Ia hidup dari abad ke abad. Kita juga perlu ingat bahwa hidup ini pendek sekali. Kita tidak akan tinggal lama dalam dunia ini. Tetapi Allah yang maha besar dan maha dahsyat sanggup mengajar kita tentang soal waktu. Patut sekali kita mohon pengajaran dari Dia tentang penggunaan tiap saat yang kita peroleh. Dengan demikian kita akan dinilai sebagai orang yang sungguh-sungguh menghargai hari-hari yang kita terima dari Tuhan.
UNDANGAN:
Sekarang kami mengajak Anda untuk berdoa dalam hati. Doakanlah pokok-pokok yang didoakan Musa dalam ayat 12-17 ini. Lihatlah pada ayat ini satu demi satu dan sampaikanlah kepada Tuhan tiap pokok yang disampaikan Musa dalam ayat-ayat ini. Mari kita sekalian tenang sejenak sambil berdoa di dalam hati kita masing-masing.
Untuk Anda yang menghadapi persoalan dalam mengatur waktu dan memerlukan konseling pribadi dalam hal ini, kami mempersilakan Anda menghubungi kami sesudah kebaktian ini.