KELUARGA BAHAGIA
(Kolose 3:18 – 4:1)
PENDAHULUAN:
- Lembaga pertama di dunia
- Rumah tangga harus bahagia
TEMA : Rumah tangga yang bahagia
KALKUN : Jikalau 6 insan rumah tangga mempunyai kelakuan yang digambarkan di sini, pasti rumah tangga itu akan bahagia
I. KELAKUAN ISTERI (18)
Tunduk kepada suami
II. KELAKUAN SUAMI (19)
Mengasihi isteri
III. KELAKUAN ANAK (20)
Menurut pada orang tua
IV. KELAKUAN AYAH (21)
Jangan menyakiti hati anak
V. KELAKUAN PEMBANTU (22-24)
- Taat pada tuannya
- Bersemangat dalam bekerja
- Gaji untuk pembantu
- Pembantu manusia atau Tuhan?
VI. KELAKUAN tuan RUMAH (3:25-4:1)
Berlaku adil & insaf
KESIMPULAN:
Hubungan dengan Tuhan – hubungan dengan insan-insan rumah tangga.
KELUARGA BAHAGIA
Di dunia ini ada banyak lembaga, misalnya lembaga pemasyarakatan, lembaga sosial, lembaga persahabatan, dan lain-lain. Tetapi apakah saudara tahu lembaga apakah yang pertama didirikan di bumi ini? Jikalau kita melihat kitab Kejadian pasal 1 dan 2, di sana ternyata bahwa rumah tangga (keluarga) adalah lembaga pertama. Dan boleh dikatakan juga sebagai lembaga terpenting yang pernah ada di dunia ini.
Sebetulnya Alkitab menyebut ada dua lembaga yang besar yaitu rumah tangga dan gereja. Inilah lembaga-lembaga yang berasal dari Alkitab. Tetapi sekarang kita hanya akan membicarakan lembaga yang pertama tadi: rumah tangga.
Rumah tangga adalah lembaga terpenting. Di sini kita hidup dan memakai waktu kita selama lebih dari 50%, dibandingkan dengan di luar rumah tangga. Kalau ada seorang anak kecil di rumah tangga itu, kita pikir alangkah baiknya bila anak itu ikut sekolah minggu di gereja. Namun pikirkan sendiri anak itu hanya bisa tinggal selama kurang lebih satu atau dua jam saja di dalam gereja, selebihnya masih tinggal di rumah. Sehingga kita bisa melihat bahwa pengaruh rumah tangga jauh lebih besar dari pada pengaruh gereja sekalipun.
Itulah sebabnya dalam Perjanjian Baru, rasul Paulus berkali-kali menekankan kepentingan rumah tangga Kristen. Dan rumah tangga Kristen harus menjadi rumah tangga yang bahagia. Nah, rumah tangga Kristen tidak mungkin menjadi rumah tangga bahagia kecuali masing-masing para anggota keluarga mengerti peranan di dalam keluarga itu, dan mempunyai kelakuan yang sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Alkitab.
Saya sendiri sudah berkeluarga selama beberapa tahun dan saya tahu bahwa sangat sukar mengatur satu rumah tangga agar siang malam rumah tangga itu selalu dalam keadaan bahagia. Tetapi Alkitab mengharapkan agar rumah tangga kita selalu bahagia. Oleh karena itu marilah kita sekarang menyelidiki beberapa anggota rumah tangga, dan coba melihat bagaimana seharusnya anggota-anggotanya keluarga ini bertindak dalam rumah tangga sesuai dengan peranannya masing-masing. Dengan demikian kita akan mendapatkan rahasia memperoleh kebahagiaan di dalam rumah tangga.
Alkitab berkata: “Hai isteri-isteri, tunduklah kepada suamimu, sebagaimana seharusnya di dalam Tuhan. Hai suami-suami, kasihilah isterimu dan janganlah berlaku kasar terhadap dia. Hai anak-anak, taatilah orang tuamu dalam segala hal, karena itulah yang indah di dalam Tuhan. Hai bapa-bapa, janganlah sakiti hati anakmu, supaya jangan tawar hatinya. Hai hamba-hamba, taatilah tuanmu yang di dunia ini dalam segala hal, jangan hanya di hadapan mereka saja untuk menyenangkan mereka, melainkan dengan tulus hati karena takut akan Tuhan. Apapun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia. Kamu tahu, bahwa dari Tuhanlah kamu akan menerima bagian yang ditentukan bagimu sebagai upah. Kristus adalah tuan dan kamu hamba-Nya. Barangsiapa berbuat kesalahan, ia akan menanggung kesalahannya itu, karena Tuhan tidak memandang orang. Hai tuan-tuan, berlakulah adil dan jujur terhadap hambamu; ingatlah, kamu juga mempunyai tuan di sorga.” (Kolose 3:18 – 4:1).
Nah, dari ayat-ayat yang baru kita baca ini, kita lihat ada beberapa anggota dalam sebuah rumah tangga. Seorang suami, yang merangkap sebagai seorang ayah; seorang isteri; seorang anak; dan bisa ditambahkan seorang pembantu rumah tangga serta tuan rumahnya.
Di sini seorang suami bisa bertindak sebagai seorang ayah dan seorang tuan rumah. Seorang isteri juga bisa bertindak sebagai seorang ibu dan seorang tuan rumah. Tetapi anak tetap anak, dan pembantu tetap pembantu. Mari kita menyelidiki satu demi satu, bagaimana seharusnya kelakuan dari setiap anggota rumah tangga ini masing-masing.
Insan I, isteri:
Isteri disuruh tunduk kepada suaminya, sebagaimana seharusnya di dalam Tuhan. Rumah tangga tidak akan bahagia kecuali isteri belajar tunduk kepada suaminya. Tunduk kepada suami tidak berarti bahwa isteri lebih rendah dari suami itu. Tetapi menundukkan diri kepada suami.
Jikalau saya bekerja di sebuah toko, tentulah saya wajib tunduk kepada majikan yang mempunyai toko itu. Walaupun belum tentu saya lebih rendah dari pada tuan toko itu. Di sinilah isteri disuruh tunduk kepada suaminya.
Bagaimana seorang isteri harus tunduk kepada suaminya? Dia harus tunduk 100%. Kristus yang adalah kepala sidang jemaat, menjadikan suami sebagai kepada rumah tangga, jadi kepala dari isteri. Dalam surat Efesus, Paulus berkata bahwa isteri harus tunduk kepada suami “seperti kepada Tuhan” dan “dalam segala sesutu.”
Jikalau isteri mengatakan, “saya tidak mau dan saya tidak setuju!” maka ia langsung berdosa kepada Tuhan dan suaminya. Sering isteri tidak mau tunduk kepada suaminya dengan alasan suaminya salah dan bodoh. Kalau saya tunduk nanti keluarga saya kacau balau, demikian katanya. Tetapi Alkitab berkata bahwa suami bodoh atau bijaksana, salah atau tidak salah, isteri wajib tunduk kepada suami.
Dan setelah isteri tunduk kepada suaminya, sedangkan suaminya bertindak salah, maka Tuhanlah yang akan campur tangan! Tuhan yang akan mengurus persoalan itu. Yang penting bagi isteri ialah menaati perintah Tuhan untuk menundukkan diri kepada suaminya.
Suatu kali ada sebuah wawancara diadakan dengan seorang wanita yang sangat terkenal. Ia mempunyai sebuah rumah tangga yang sangat bahagia. Setelah ditanyakan apa rahasianya, wanita itu menjawab bahwa ia selalu menaati suaminya, dan selalu tunduk kepada suaminya. Orang yang mewawancarainya itu bertanya lagi, bagaimana ia bisa tunduk kepada suaminya, sedangkan ia seorang wanita yang terkenal? Perempuan itu menjawab bahwa hal itu sederhana saja: jadikan suami sebagai tuan rumah, sebagai kepala rumah tangga, maka dengan senang hati isteri bisa menundukkan diri kepada suaminya.
Rumah tangga yang bahagia ialah yang mempunyai seorang isteri yang tunduk kepada suaminya dalam segala perkara.
Insan II, suami:
Suami disuruh mengasihi isterinya dan tidak boleh berlaku kasar terhadap dia. Bagaimana maksudnya mengasihi isteri? Seperti Kristus mengasihi sidang jemaatNya. Bagaimana Kristus mengasihi sidang jemaatNya? Dia mendidik gerejaNya, mendoakan gerejaNya, memelihara gerejaNya, membela gerejaNya, mencukupi kebutuhan gerejaNya, bahkan menangisi gerejaNya.
Mengasihi isteri cukup seperti Kristus mengasihi gerejaNya. Suami harus membela isterinya, mencukupi kebutuhan isterinya, menolong dan mendoakan isterinya, menghibur isterinya, tetapi juga menasehati dan mendidik dia.
Ada seorang laki-laki datang kepada seorang guru. Laki-laki itu berkata: “Pak guru, saya kuatir saya terlalu mencintai isteri saya! Saya mencintai dia terlalu banyak ……” Pak guru yang bijaksana itu menjawab: “Ayo katakan itu lagi, saya kurang jelas mendengarnya!” Pak guru, saya takut saya terlalu banyak mencintai isteri saya. Yah, saya sudah terlalu banyak mencintai dia!” Lantas pak guru tersebut membuka Alkitab dan menunjukkan ayat ini: “Kasihilah isterimu seperti Kristus mengasihi gerejaNya!” Sambil ia menambahkan: “Jikalau engkau belum mengasihi seperti ini, pulanglah! Dan kasihi dia lagi!”
Mengasihi isteri seperti Kristus mengasihi gerejaNya berarti suami tidak boleh kasar terhadap isteri. Ada banyak suami yang suka angkat suara keras kepada isterinya, sampai-sampai tangannya ikut bekerja mampir di pipi sang isteri dengan keras! Ini salah! Ini bukan cara mengasihi isteri.
Apakah kasih itu? Saya ingin membacakan beberapa sifat kasih yang sering merendahkan dan memalukan saya. Dengan ini kita bisa melihat apakah suami benar-benar mengasihi isteri?
Dengarkanlah: “Kasih itu sabar; kasih itu murah hati; ia tidak cemburu. Ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong. Ia tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan diri sendiri. Ia tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain….” (I Korintus 13:4-5).
Kalau kita mengasihi isteri, kita akan bersikap sopan kepadanya. Memang gampang sekali bersikap sopan di luar terhadap orang banyak. Tetapi bagaimana di rumah terhadap isteri sendiri? Kasih yang betul, menuntut kesopanan, juga terhadap isteri sendiri.
Sering isteri mengeluh bahwa sukar sekali untuk tunduk kepada suami. Tetapi di sini kita lihat bahwa juga sukar sekali bagi suami untuk benar-benar mengasihi isterinya. Untuk sabar kepada isteri saja sungguh sukar sekali sebab dia keras kepala, misalnya. Tetapi kalau keluarga ingin bahagia, masing-masing harus mengerti peranannya: si isteri harus tunduk dan si suami harus mengasihi.
Dan ingat ini, makin si isteri tunduk kepada suaminya makin mudah bagi suami mengasihi isterinya. Sebaliknya makin si suami mengasihi isterinya, makin mudah pula si isteri tunduk kepada suaminya. Harus ada timbal balik.
Insan III, anak:
Anak-anak disuruh menaati orang tuanya dalam segala hal. Di sini kita lihat bagaimana seharusnya kelakukan anak dalam rumah tangga. Rumah tangga Kristen mesti dihiasi dengan anak-anak yang taat kepada orang tuanya. Ini yang indah dalam Tuhan. Ini adalah indah.
Pernahkah saudara melihat sesuatu yang lebih indah dari pada anak-anak yang sungguh menaati orang tuanya? Sebaliknya pernahkah saudara melihat sesuatu yang lebih buruh dari pada anak-anak yang terus melawan orang tuanya? Anak yang taat bila dipanggil terus datang, indah sekali, bukan?
Dulu Yesus, sebelum Ia bisa berdikari (dewasa), Ia adalah seorang anak laki-laki yang taat kepada orang tuanya. Memang semua anak harus taat kepada orang tua. Semua anak harus menghormati orang tuanya.
Tetapi apakah ini tugas seorang anak sendiri, untuk mendidik diri taat kepada orang tua? Tidak! Alkitab berkata bahwa tugas orang tualah untuk mengajar anak-anaknya supaya menaati orang tua. Kalau saudara mempunyai anak, dan anak saudara tidak menaati saudara sebagai orang tuanya, apakah saudara pernah mengajarnya untuk taat kepada orang tua?
Dalam kitab Amsal dikatakan bahwa orang tua yang tidak menggunakan rotan (tongkat) membenci anaknya. Banyak orang tua yang mengatakan bahwa mereka tidak bisa memukul anaknya sendiri, sebab mereka – katanya – terlalu mencintai anaknya dan terlalu kasihan kepada anaknya. Apakah ini betul?
Saya mempunyai anak-anak juga. Apabila anak saya itu nakal dan tidak menaati saya, maka saya akan memanggil mereka dan berkata kepada mereka bahwa saya memang paling tidak suka menghukum mereka. Memukul mereka hanya akan membuat hati saya sedih luar biasa. Tetapi apa boleh buat, saya harus menghukum kenakalan dan ketidaktaatannya. Oleh sebab itu saya minta anak saya mengambil sabuk saya, dan perkara dibereskan. Walaupun dalam hati saya sungguh tidak mau memukul anak sendiri, tetapi kasih yang betul akan mendidik anak untuk menaati orang tuannya (Amsal 23:13-14).
Jadi, orang tua yang tidak menghajar (mendidik) anaknya, salah sekali. Anak itu akan menjadi anak yang tidak taat. Alkitab dengan tegas mengatakan anak harus dididik. Anak tidak akan mati karena dipukul dengan rotan, sebaliknya akan menyelamatkan dia dari dunia orang mati.
Maka kalau anak saudara nakal sekali dan memberontak terhadap orang tua, jangan menyalahkan anak. Itu kesalahan orang tua yang tidak mendidik anak dengan betul. Kenakalan anak adalah disebabkan oleh orang tua sendiri yang lalai mendidik mereka.
Tetapi bagaimana kelakuan seorang ayah dalam mendidik anaknya? Walaupun Alkitab memerintahkan orang tua untuk memukul anak dengan rotan (kalau dia nakal), tetapi Alkitab juga melarang seorang ayah menyakiti hati anaknya sehingga mereka menjadi tawar hatinya. Mendidik anak itu butuh rotan (pemukul), tetapi jangan sampai menyakiti hatinya.
Berarti, maksudnya di sini, janganlah membentak-bentak anak siang malam, pagi sore. Jangan mengoreksi dia setiap kali dia salah. Anak adalah anak. Dan anak-anak memang sering salah! Kita harus ingat ini. Misalnya, anak-anak tidak bisa duduk tenang seperti kita bisa duduk diam. Janganlah ditegur terus, dan dibentak-bentak terus, sehingga anak itu menjadi tawar hati. Akibatnya ia menjadi putus asa dan tidak mempunyai harapan lagi.
Jadi, walaupun kita mesti mendidik anak dan kalau perlu memukulnya, kita tidak boleh memakai cara-cara yang dapat membuat dia sakit hati seperti: membentak-bentak, larangan-larangan keras yang tak masuk akal, perintah-perintah kejam, memarahi dan menegur dengan suara keras. Jangan memperlakukan anak saudara seperti seorang musuh, tetapi didiklah dia sebagai seorang anak!
Beberapa tahun yang lalu saya menyadari bahwa saya tidak perlu memakai suara keras kepada anak saya. Tanpa suara keraspun, tetapi dengan suara lembut, saya masih bisa berbicara kepada anak saya dan dia masih menaati. Apabila untuk membuat dia menaati saya, saya harus memakai suara keras, ini pertanda bahwa saya sudah tidak lagi menguasai dia. Jikalau saya menguasai anak saya, saya tidak perlu memakai suara keras.
Perintah-perintah yang tak masuk akal dan tak karuan akan membikin anak berontak kepada orang tua. Pernah ada seorang ayah yang mempunyai seorang anak laki-laki yang sudah berusia belasan tahun, yah anak itu sudah besar dan sudah berpacaran. Suatu sore anak itu bersiap-siap: mandi, berpakaian, dan berkemas-kemas untuk pergi. Sebab sudah ada janji dengan pacarnya. Tetapi tepat ketika ia hendak berangkat, sewaktu ia pamit kepada ayahnya, ayahnya memberi perintah: “Kau harus membersihkan dulu pekarangan di belakang selama satu jam. Tidak boleh pergi sekarang!” Ini perintah yang tidak karuan, dan bisa membikin seorang anak tawar hatinya.
Sebagai orang tua, istimewanya seorang ayah, kita wajib, bukan hanya memukul anak, melainkan juga memperhatikan dia, memuji dia, memakai waktu bersama dia, memeluk dia. Apakah saudara sebagai ayah pernah melakukan ini?
Beberapa waktu yang lalu beberapa anak sekolah datang ke rumah saya. Saya minta mereka membawa buku raport sekolahnya. “Om mau lihat raportnya,” kata saya. Dengan senang hati mereka membawa buku raportnya, dan memperlihatkan angka-angka sekolahnya kepada saya. Saya memuji mereka. Mereka jadi tambah rajin belajar. Dan beberapa kali menunjukkan buku raportnya kepada saya. Lalu pada suatu hari saya bertanya kepada mereka, “Apakah ayah sudah melihat buku raport ini?” Jawabnya, “Ya.” “Apakah ayah berkata apa-apa mengenai angka-angka sekolahmu?” “Tidak, hanya menandatangani saja ………” Saudara, ini kurang betul. Seorang ayah patut memperhatikan anaknya, memberi semangat kepadanya, memuji anaknya di mana perlu agar ia lebih rajin belajar dan berusaha dengan sungguh-sungguh di sekolahnya. Ini hanya satu contoh saja.
Insan IV, pembantu:
Pembantu disuruh menaati tuannya dan bekerja dengan tulus. Yang kami maksud dengan pembantu di sini ialah orang yang bekerja pada orang lain. Terutama pembantu harus taat kepada tuannya. Pembantu yang tidak taat, tak berguna. Ketaatan ini harus tulus, bukan pura-pura atau apabila hanya di muka tuannya saja.
Saya punya seorang pembantu bernama Pak Yunus. Dia adalah pembantu yang taat dan bekerja tidak pura-pura. Walaupun saya tidak ada di rumah, dia tetap bekerja dengan rajin. Sering tetangga saya memuji dia sebagai pembantu yang baik kepada saya. Ada tuannya atau tidak ada tuannya, di muka atau di belakang tuannya, dia tetap bekerja dan tidak lalai. Semua tugas yang harus dilakukannya diselesaikannya dengan baik.
Tetapi ada pula pembantu yang pintar berpura-pura. Bila tuannya datang, ia bekerja rajin luar biasa sampai berkeringat. Setelah tuannya pergi, 10 menit kemudian ia sudah berbaring-baring dan merokok saja.
Seorang pembantu juga harus bekerja dengan sungguh-sungguh (bersemangat). Caranya, dia harus bekerja sebagaimana kepada Tuhan. Saya gembira membaca Kolose 3:24 yang mengatakan bahwa seorang pembantu akan mendapat upah dari Tuhan juga. Biasanya pembantu itu gajinya sedikit, bukan? Di sini dia bisa terhibur bahwa sebagai pekerja Kristen dia juga akan mendapat gaji di sorga kelak. Jadi apa yang dia terima dari tuannya di bumi ini hanya sebagian saja, sedangkan seluruh gajinya yang sesungguhnya akan dibayar kelak dalam sorga oleh Tuhan bagi mereka yang bekerja dengan sungguh-sungguh. Demikianlah sepintas lalu mengenai seorang pembantu.
Insan V, tuan rumah:
Ini lebih dekat kepada kita. tuan rumah bisa seorang suami atau isteri dalam sebuah rumah tangga. Tuan rumah disuruh berlaku adil dan jujur terhadap hambanya. Apakah ini maksudnya? Maksudnya, tuan rumah mesti memperlakukan pembantunya dengan baik dan wajar. Tuan rumah tidak boleh hanya memikirkan keuntungan diri sendiri saja.
Saya ingin menambahkan beberapa perkara yang saya anggap perlu. Misalnya soal gaji. Dengan adil dan jujur, maka saya kira gaji pembantu harus diperhatikan. Bila semua orang di kota saudara membayar seorang pembantu Rp. 2000,- sebulan, maka saya rasa sebagai seorang tuan rumah Kristen saudara seyogyanya membayar pembantu saudara Rp. 3000,- sebulan. Kita sendiri tahu, siapa sebenarnya yang mau bekerja dengan gaji cuma Rp. 2000,- sebulan. Orang itu harus menderita setengah mati. Tetapi terpaksa menerima juga pekerjaan itu. Karena apa? Karena tidak mendapat pekerjan lain.
Jadi, untuk membantu orang yang menderita seperti itu, tidak salah kita menambah gajinya sedikit. Kalau kita sebagai tuan rumah mempunyai penghasilan sampai Rp. 100,000,- atau Rp. 200,000,- sebulan, tetapi tidak bersedia memberi gaji hanya Rp. 1000,- di atas gaji yang biasa diberikan orang lain, maka kita adalah orang Kristen yang kikir. Bahkan kikir sekali.
Seorang tuan rumah perlu memelihara dan memperhatikan kebutuhan pembantunya juga. Selain soal gaji, bagaimana dengan jam kerja pembantu? Apakah seorang pembantu harus masuk kerja jam 4 pagi, pulangnya jam 8 malam? Syukurlah kalau hal semacam ini jarang terjadi. Bagaimana dengan hari Minggu, apakah masih disuruh bekerja? Bagaimana pada waktu hari libur, apakah pembantu boleh pulang ke rumahnya? Alkitab menyebutkan bahwa seekor sapi atau binatangpun tidak boleh dikerjakan pada hari Minggu, apalagi pembantu.
Tetapi saya lihat terlalu sering pembantu bekerja setengah mati tanpa ada jam kerja yang pantas. Hari Minggu masih masuk kerja. Kalau toh hari Minggu ada beberapa pekerjaan yang harus dikerjakan, maka hendaklah diusahakan agar pembantu itu bisa pulang sepagi mungkin. Ini satu contoh. Jadi kita harus menunjukkan sebagai tuan rumah Kristen.
Barangkali saudara berpikir bahwa rumah tangga saudara tidak bahagia karena isteri saudara, atau anak, atau pembantu dan seterusnya. Tetapi rumah tangga bahagia dimulai bila saudara sendiri mulai bertindak dan berlaku sesuai dengan ajaran Alkitab. Lebih baik kita mulai dari diri sendiri sebelum menuding kepada yang lain. Kalau saudara seorang isteri mulailah hari ini berusaha tunduk kepada suami. Kalau saudara seorang suami, mulailah sungguh mengasihi isteri. Kalau saudara seorang ayah atau ibu, mulailah mendidik anak dengan baik. Kalau saudara seorang anak, mulailah taat kepada orang tua. Dan kalau saudara seorang pembantu, mulailah bekerja dengan tulus. Akhirnya, kalau saudara seorang tuan rumah, mulailah memperlakukan pembantu dengan adil.
Saya tahu bahwa sangat sukar mempunyai rumah tangga yang bahagia. Tetapi Alkitab memberi resep yang jika diperhatikan, pasti akan menjadikan rumah tangga saudara bahagia!