BAGAIMANA MENJADI ORANG BERHIKMAT
(Kitab Amsal)
PENDAHULUAN:
- Semua hikmat datang dari Allah
- Bagaimana Allah menyalurkan hikmat kepada kita?
TEMA : Daya menerima
KALKUN : Bila kita menerima kebijaksanaan melalui beberapa saluran yang dipakai Allah, kehidupan kita akan diperkaya.
I. FIRMAN ALLAH (4:20-22)
- Pikiran Allah
- Pemimpin yang baik
II. NASIHAT SEMUA ORANG
- Dengarkanlah nasihat
- Mencari nasihat dari orang lain
III. ORANG TUA
- Dengarkanlah pengajaran orang tua
- Tambatlah pengajaran orang tua
- Jangan membenci pengajaran orang tua
IV. TEGORAN SEMUA ORANG
- Taruhlah hatimu akan tegoran
- Mengindahkan tegoran
- Memberi telinga akan tegoran
- Menegor orang berbudi
- Orang yang benci tegoran
- Menolak tegoran
KESIMPULAN:
- Allah ingin mengajar kita tetapi kita harus sedia mendengarkan!
BAGAIMANA MENJADI ORANG BERHIKMAT
Pada masa kini, dunia ini penuh dengan pengetahuan dan juga persoalan. Kita yang masih hidup di dunia semacam ini, memerlukan hikmat atau kebijaksanaan untuk menghadapi segala macam masalah sehari-hari. Namun bila kita bertanya, di manakah ada orang bijaksana? Harus diakui bahwa jarang sekali kita menjumpai orang berhikmat.
Dalam kesempatan ini saya ingin menjelaskan kepada saudara, bagaimana kita bisa menjadi orang berhikmat. Bagaimana bisa menjadi bijaksana? Sebenarnya Allah itu Mahabijaksana. Ia rindu menyalurkan hikmatNya kepada kita. Bukan hanya rindu, Allah juga sudah menyediakan beberapa saluran melalui mana kita dapat menerima hikmat dari Allah dan sungguh-sungguh menjadi orang berhikmat.
Marilah sekarang ini kita belajar menjadi orang berhikmat melalui saluran-saluran yang disediakan oleh Allah bagi kita. Dengan demikian kehidupan kita akan tambah diperkaya.
Saluran pertama: Firman Allah.
Amsal 2:6 mengatakan, “Karena Tuhanlah yang memberikan hikmat, dari mulut-Nya datang pengetahuan dan kepandaian.” Kita sekalian sudah mengerti apa yang disebut firman Tuhan, yaitu Alkitab. Kita harus bisa mengatakan bahwa Alkitab adalah buah mulut Allah. Sebab firman Allah keluar dari mulut Allah.
Atau dengan kata lain, Alkitab adalah pikiran Allah. Allah bisa berpikir. Dan Ia rela sebagian dari pikiranNya dicetak di atas kertas, yaitu yang kita sebut sekarang Alkitab. Sehingga apa yang tertulis dalam Alkitab ini, mulai dari kitab Kejadian sampai dengan kitab Wahyu, merupakan sebagian atau sedikit dari pikiran Allah.
Nah, bagaimana kita bisa mendapat hikmat dari firman Allah? Dengan jalan membacanya, menghafalkannya, merenungkannya. Bila kita merenungkannya, firman itu jadi meresap ke dalam pikiran dan hati kita sendiri, demikianlah kita mempunyai pikiran Allah. Jadi, pikiran Allah yang tertulis dalam Alkitab dipindahkan ke dalam pikiran kita sendiri.
Boleh dikatakan, Alkitab ini merupakan sebagian dari perasaan, kerinduan, pikiran dan kehendak Allah sendiri. Nah, perasaan atau kerinduan seseorang, pikiran dan kehendak seseorang, tidak berada di luar orang itu, melainkan di dalamnya. Karena itu firman Allah merupakan hasil dari dalam Allah sendiri.
Begitulah bila kita membaca, menyelidiki, menerima firman Allah ini, kita mulai mempunyai pikiran Allah. Kita mulai merasakan perasaan Allah. Kita mulai mengerti kehendak Allah. Mengapa? Sebab pikiran, perasaan, kerinduan dan kehendak Allah “dimasukkan” ke dalam dan menjadi pikiran, perasaan, kerinduan dan kehendak kita sendiri.
Misalnya, seseorang menulis surat kepada saudara. Saudara akan mengatakan bahwa suratnya atau isinya menyatakan pikiran, perasaan dan kepribadian orang itu. Kalau saudara coba menghafalkan surat itu, berarti saudara mulai menerima pikiran dan perasaan orang tersebut. Walaupun sedikit.
Contoh lain, saudara membaca sebuah sajak dari seorang pengarang. Saudara kemudian memusatkan diri pada sajak tersebut. Andaikata sajak itu dikarang oleh seorang pengarang terkenal. Lama kelamaan saudara akan mempunyai perasaan yang mirip dengan perasaan pengarang sajak itu. Dengan kata lain, perasaan pengarang itu akan “menjelma” ke dalam diri saudara.
Begitu juga jikalau seorang ingin menjadi orang yang berhikmat, semestinya ia menenggelamkan diri ke dalam firman Tuhan. Semestinya ia merenungkan firman itu siang dan malam. Karena di sinilah Allah menyalurkan hikmatNya. Kiranya saudara jangan melalaikan saluran ini. Saluran terbaik, terdalam, terlengkap, terbagus dan paling terang buat kita. Ini kalau kita ingin menjadi orang berhikmat. Kiranya saudara akan mempergunakan firman Allah sehingga firman itu menjadi milik saudara.
Saluran kedua: Nasihat semua orang.
Terlalu sering kita meremehkan nasihat orang lain. Kita merasa kalau seseorang berani menasihati kita, orang itu mau campur tangan. Tetapi apa yang dikatakan oleh Alkitab mengenal hal ini?
Amsal 19:20 berkata, “Dengarkanlah nasihat dan terimalah didikan, supaya engkau menjadi bijak di masa depan.” Di sini Alkitab mengatakan dengan terang bahwa kita harus memperhatikan didikan. Jangan kita melontarkan kembali kepada orang yang memberi nasihat itu. Seharusnya kita menjunjung tinggi nasihat itu.
Alkitab menyebutkan dua macam nasihat. Nasihat pertama seperti tertulis di Amsal 20:5, “Rancangan di dalam hati manusia itu seperti air yang dalam, tetapi orang yang pandai tahu menimbanya.” Maksudnya, di dalam setiap orang terkandung cadangan nasihat. Orang adalah wadah nasihat. Nasihat di dalam hati seseorang itu tersimpan bertahun-tahun. Ia mendapat nasihat ini sebagai hasil dari pengalaman pahit maupun tidak pahit. Dari buku bacaan. Dari pimpinan Roh Kudus kepadanya. Jadi setiap orang merupakan sumber nasihat.
Tetapi tidak setiap orang sedia mengeluarkan nasihatnya. Banyak yang segan menyampaikan nasihatnya. Mengapa? Sebab ia takut untuk “campur tangan” dalam urusan orang lain. Atau ia malu. Atau merasa nasihatnya tak berarti. Tetapi ayat ini mengatakan bahwa bila kita “pandai” kita dapat “menimba” banyak nasihat dari orang lain. Alkitab menganjurkan supaya kita menjadi penimba nasihat dari orang lain. Kalau kita bisa menimba nasihat, kita untung. Kalau tidak, kita rugi. Jadi dalam hal ini kita sendiri yang aktif mencari nasihat itu.
Di samping itu ada juga orang-orang terkenal di dunia ini yang mengarang buku-buku. Dalam bukunya ia mengeluarkan isi hatinya. Sehingga bukunya mengandung banyak nasihat yang berharga, yang tak pernah dikeluarkan sebelumnya. Mungkin dia hidup 25 tahun atau 100 tahun sebelumnya. Nah, saudara bisa menimba nasihat dari dalam buku-buku orang ini. Atau, menimba nasihat dengan membaca buku-buku orang itu, dari dalam hatinya.
Demikianlah kita harus menjadi penimba nasihat yang cerdik baik dari orang yang sudah mati maupun yang masih hidup. Dari yang sudah mati, dengan membaca buku-bukunya. Dari yang masih hidup, dengan jalan bergaul dan bertanya kepadanya.
Nasihat kedua ialah nasihat yang diterima secara pasti, seperti dikatakan oleh Alkitab, “Dengarkanlah nasihat………..” Kadang-kadang nasihat yang kita terima datangnya secara pasif. Maksudnya, ada orang lain datang kepada kita, duduk dengan kita dan ia ingin menolong kita. Dengan tidak ragu-ragu ia menasihati kita tentang sesuatu hal. Ini baik sekali.
Tanpa kita minta, tanpa kita cari, toh orang itu datang dan karena beban yang ada di hatinya, ia rela menasihati kita. Orang ini disuruh Tuhan untuk memberi nasihat bagi kita.
Bagaimanapun juga cara nasihat itu datang kepada kita, baik secara aktif kita mencarinya atau secara pasif kita memperolehnya, yang penting ialah bahwasannya nasihat dari orang lain adalah salah satu saluran yang dipakai Tuhan untuk memberi hikmat kepada kita. Karena itu, bukalah telinga untuk mendengarkan nasihat dari semua orang.
Saluran ketiga: Orang tua.
Amsal 1:8 berbunyi, “Hai anakku, dengarkanlah didikan ayahmu, dan jangan menyia-nyiakan ajaran ibumu………” Di sini kita melihat bahwa Allah sangat menjunjung tinggi orang tua. Allah mengatakan bahwa orang tua adalah saluran hikmat Allah. Allah memerintahkan supaya kita mendengarkan didikan dari ayah kita. Dan bahwa kita tidak boleh menyia-nyiakan ajaran ibu kita.
Biasanya orang muda menganggap dirinya serba tahu. Malahan menganggap orang tuanya kolot dan ketinggalan zaman. Sebab itu mereka berpikir, saya lebih tahu, saya lebih bisa, saya lebih pintar! Apakah benar seorang muda lebih bijaksana dari orang tuanya? Mari kita lihat sebuah kejadian di bawah ini!
Cerita ini mengenai seorang pengarang Amerika Serikat, namanya Mark Twain. Sewaktu berusia 18 tahun, ia merasa sudah pintar dan membandingkan otaknya dengan otak ayahnya. Ia beranggapan ayahnya sungguh tak mengerti keadaan pada waktu itu! Maka Mark Twain banyak berdebat dan bertengkar dengan ayahnya. Dia banyak mencela ayahnya karena ia merasa ayahnya tak dapat berbuat apa-apa. Oleh sebab itu Mark Twain berpikir, kalau ia terus berkumpul dengan ayahnya, maka ia tak akan dapat maju. Lalu ia pamit kepada ayahnya untuk keluar dari rumah guna mencari pengetahuan, jalan dan nafkah sendiri. Pekerjaan yang didapatnya ialah sebagai kelasi kapal yang berlayar di sungai Missisppi. Ia meninggalkan rumahnya sejauh kira-kira 2000 km selama dua tahun. Setelah dua tahun, ia berpikir untuk pulang dan bertemu dengan ayahnya kembali. Sesampainya di rumah ayahnya ia bercakap-cakap dan berbicara dengan ayahnya selama tiga hari. Kemudian, ia mengunjungi seorang temannya, dan ia mengatakan kepada temannya begini, “Dua tahun yang lalu saya meninggalkan ayah saya untuk mencari pengalaman. Pada waktu itu ayah saya sangat bodoh sekali. Tetapi heran, sekarang setelah saya kembali, selama tiga hari ini saya banyak berbicara dengan ayah, dan saya lihat ayah jauh lebih pintar dari pada dulu. Luar biasa! Ayah saya banyak kemajuan selama dua tahun ini. Sekarang ini ia mengerti lebih banyak dari pada dulu. Saya angkat topi buat ayah saya…….” Sebetulnya, siapakah yang belajar banyak selama dua tahun itu? Bukan ayah Mark Twain, tetapi Mark Twain sendiri. Setelah ia keluar dari rumahnya, dari pengalamannya, ia melihat bahwa apa yang dulu ia anggap gampang ketika berkumpul dengan ayahnya, ternyata tidak segampang yang disangkanya. Demikianlah sebenarnya si anak itu sendiri yang belajar banyak.
Pada umumnya, kita anggap orang tua kita tidak bisa mengerti persoalan kita. Tetapi sebabnya ialah karena kita sendiri kurang pengalaman. Kalau kita sudah mengalami sendiri, sudah kenyang makan asam-garam dunia ini, pahit getirnya kehidupan ini, baru kita dapat melihat bahwa ternyata orang tua kita tidak sebodoh seperti yang kita sangka. malahan orang tua lebih bijaksana dari pada kita. Itulah sebabnya mengapa orang tua dipakai Alkitab menjadi saluran berkat kepada kita, yaitu nasihat-nasihatnya yang berharga sekali.
Amsal 6:20 berbunyi, “Hai anakku, peliharalah perintah ayahmu, dan janganlah menyia-nyiakan ajaran ibumu.” Lihatlah di sini: ajaran, didikan, teguran dan nasihat dari orang tua dianggap hikmat. Sayang sekali terlalu sering kita melihat anak itu membuang dan melemparkan didikan orang tua. Mereka sangat kurang memperhatikan ajaran orang tua.
Amsal 15:5 berbunyi, “Orang bodoh menolak didikan ayahnya, tetapi siapa mengindahkan teguran adalah bijak.” Saudara-saudara yang muda, janganlah main-main dengan didikan ayah. Jangan berani menolak nasihat orang tua. Jangan berani meremehkan nasihat orang tua. Orang yang demikian adalah orang bodoh.
Allah memberikan orang tua kepada kita untuk menjadi saluran berkat. Mengapa orang tua dapat menjadi penasihat yang baik? Karena orang tua lebih mengenal saudara dari pada orang lain. Sejak saudara lahir sampai dewasa, orang tua sudah mengenal gerak-gerik saudara. Orang tua tahu bahwa saudara itu punya sifat malas, atau keras hati, dan sebagainya. Tetapi orang tua selalu mencintai anak-anaknya. Dari antara semua orang di dunia yang paling memperhatikan saudara adalah orang tua saudara. Karena orang tua mencintai dan menginginkan saudara menjadi baik, maka orang tua berani memberi nasihat yang terus terang dan berguna bagi saudara. Orang lain mungkin takut menasihati saudara. Mereka kuatir saudara akan tersinggung. Tetapi orang tua berani berterus terang. Sebab saudara adalah anaknya sendiri sehingga mereka berani menegur dan mengoreksi saudara.
Begitulah jikalau saudara ingin menjadi orang yang bijaksana, saudara patut menyediakan waktu dan membuka telinga untuk mendengarkan hikmat Allah yang disalurkan melalui nasihat-nasihat dari orang tua.
Saluran keempat: Teguran semua orang.
Amsal 23:12 berbunyi, “ Arahkanlah perhatianmu kepada didikan, dan telingamu kepada kata-kata pengetahuan.” (Terjemahan baru). Dalam Alkitab terjemahan lama, “Jikalau engkau ditegur, taruhlah hatimu akan dia…………”
Biasanya kalau mendapat teguran, kita menjauhkan hati kita dari padanya. Malahan kita sama sekali tidak suka ditegur. Kita menutup telinga terhadap teguran yang datang. Amsal 13:18 berbunyi, “Kepapaan dan malu itulah bahagian orang yang menolak akan pengajaran, tetapi diberi hormat kelak akan orang yang mengindahkan tegur” (Terjemahan lama). Dalam terjemahan baru berbunyi, “Kemiskinan dan cemooh menimpa orang yang mengabaikan didikan, tetapi siapa mengindahkan teguran, ia dihormati.” Apakah saudara mau menjadi orang yang dihormati? Setiap orang mau, bukan? Nah, kalau mau, Alkitab berkata, perhatikanlah teguran!.
Alkitab berkata, orang yang bodoh menolak didikan. Sebaliknya kita beranggapan, bila kita ditegur, kita anggap bodoh si penegur itu. Oleh karena itu kita menjadi tersinggung. Dan karena tersinggung, kita tidak mau memperhatikan teguran itu. Tetapi Allah berkata kalau saudara mau menerima teguran – menerima dengan baik – maka kita membuktikan diri kita bijaksana. Dan kalau kita merasa tersinggung oleh teguran, kita membuktikan diri kita bodoh.
Ada orang mengatakan, ya dia mau menerima teguran asal teguran itu disampaikan dengan baik-baik, lemah-lembut dan sopan. Kalau dengan kasar, keras dan tak sopan, wah, bagaimana bisa menerima teguran itu? Tetapi ingat bahwa Alkitab tidak mengatakan kalau ditegur dengan halus harus diterima. Kalau ditegur dengan kasar boleh ditolak. Alkitab hanya mengatakan, terimalah teguran! Orang yang menerima teguran adalah orang yang bijak. Tidak perduli dari mana datangnya teguran itu, tidak perduli disampaikan dengan halus atau keras. Bukan caranya yang penting, tetapi bagaimana sikap kita terhadap teguran itu: menerima atau menolak.
Malahan saya sendiri yakin, bahwa teguran yang disampaikan secara kasar lebih berharga dari pada teguran yang disampaikan secara halus. Kalau disampaikan secara halus, ada kemungkinan besar saudara tidak akan dapat menangkap maksud teguran itu. Sebab untuk tidak menyinggung perasaan saudara, maka teguran itu disampaikan secara hati-hati sekali dan dibungkus dengan banyak kata-kata sopan. Akibatnya maksudnya banyak terselubung dan saudara akan sukar menangkap artinya ………! Kelihatannya lebih mudah diterima tetapi kurang menguntungkan.
Sebaliknya bila misalnya ada seorang sedang marah kepada saudara, tentulah orang itu akan melontarkan kata-katanya dengan terus-terang. Ini merupakan pisau tajam untuk mengoperasi hati saudara. Artinya, teguran yang datang dari seorang yang sedang marah, sangat terang sekali maksudnya.
Malahan ada seorang berkata bahwa teguran yang lebih baik adalah teguran yang datangnya dari musuh kita! Karena musuh sama sekali tidak memperdulikan perasaan saudara. Tegurannya akan sangat terus terang sekali dan tajam. Dan saudara tahu, bahwa kalau dokter sedang membedah pasiennya untuk membuang penyakit pada diri pasiennya itu, maka lebih baik kalau pisau bedahnya tajam sekali. Kalau kurang tajam, mungkin kurang bisa membersihkan penyakit itu sama sekali. Demikianlah, teguran yang tajam dari orang marah atau musuh kita sekalipun, acapkali sangat berguna untuk membersihkan segala sesuatu yang kurang baik di dalam diri kita (Lihat Amsal 27:5)!
Saudara mau tinggal di antara orang-orang bijaksana? Arahkanlah telingamu kepada teguran-teguran dan nasihat macam apa saja, dari mana saja, dan dengan maksud apapun. Dengan mendengarkannya, dan tidak menolaknya, akhirnya saudara akan tinggal di antara orang-orang bijak.
Siapa mengabaikan didikan, sama halnya membuang dirinya sendiri. Tetapi siapa mendengarkan teguran dan nasihat, memperoleh akal budi. Dengarkanlah apa yang dikatakan oleh Amsal 9:8, “Janganlah mengecam seorang pencemooh, supaya engkau jangan dibencinya, kecamlah orang bijak, maka engkau akan dikasihinya.” Artinya, kalau saudara menegur pengolok-olok, nanti saudara akan dicela dan dibenci. Tetapi kalau saudara orang bijak, maka saudara akan mengasihi orang yang menegur saudara. Sebaliknya kalau saudara mengecam dan membenci si penegur, maka saudara adalah seorang pencemooh.
Sekarang baiklah kita bertanya pada diri sendiri, apakah kita orang berbudi atau orang bodoh? Kalau kita orang bodoh, kita akan membenci orang yang menegur kita. Sebaliknya kalau kita orang berbudi, kita akan mengasihi orang yang menegur kita. Kita bodoh atau bijak? Kita bisa memikirkannya sendiri.
Alkitab berkata, “Siapa mencintai didikan, mencintai pengetahuan; tetapi siapa membenci teguran, adalah dungu” (Amsal 12:1). Ayat ini mengatakan yang lebih berat lagi, yaitu bahwa siapa membenci teguran, adalah dungu. Dungu di sini lebih berat dari bodoh. Dungu ini artinya sedikit miring. Orang yang tidak sadar betul. Tidak berakal sehat. Jadi berhati-hatilah! Jangan terlalu gampang menolak teguran.
Sekarang saya akan membuka ayat yang terakhir yang berhubungan dengan teguran. Ayat ini sungguh menakuti hati saya. Bunyinya sebagai berikut, “Siapa bersitegang leher, walaupun telah mendapat teguran, akan sekonyong-konyong diremukkan tanpa dapat dipulihkan lagi.” (Amsal 29:1). Menurut ayat ini, adalah seseorang mendapat teguran. Bukan hanya sekali teguran, melainkan beberapa kali teguran. Sudah sering ditegur. Tetapi sebaliknya dari pada menerima dan berusaha memperbaiki diri, orang ini bersitegang leher. Ia punya sifat keras kepala, hati batu! Ia anggap dirinya tahu semua sehingga tidak memerlukan nasihat orang lain. Ia merasa dirinya pintar sekali. Demikianlah ia selalu menolak teguran. Apa yang terjadi selanjutnya?
Alkitab mengatakan, ia “akan sekonyong-konyong diremukkan tanpa dapat dipulihkan lagi!” Istilah meremukkan di sini dipakai untuk menghancurkan batu dan sejenisnya yang keras. Di sini maksudnya untuk menghancurkan kepada yang keras dan hati yang membatu.
Saya harap saudara jangan salah paham. Allah itu tidak terus menerus mengalah kepada kita. Allah hanya berkata begini, “Saya mau mencintai dan menolong orang itu, tetapi orang itu tidak lebih besar dari pada saya. Kalau orang itu tidak tunduk pada teguran dan nasihat saya (yang saya berikan karena saya mencintainya), kalau ia terus menerus bersitegang leher dan terus menerus keras kepala, akhirnya saya terpaksa meremukkan orang itu, karena sayalah Tuhan semesta alam ini, supaya orang itu tahu bahwa ia tidak bisa main-main terus dengan saya!”
Saudara, bila kita memandang semua kejadian di dunia ini dari segi Tuhan, saya kira kita tidak usah terlalu bingung atas segala kejadian yang menimpa kita. Misalnya, kita mempunyai teman yang meninggal secara mengerikan dalam sebuah kecelakaan mobil, orang lain lagi mati cepat karena penyakit, atau seseorang rumahnya terbakar sampai habis, atau barangnya dicuri maling. Saya yakin dalam kejadian-kejadian seperti itu, Allah sudah mulai “meremukkan” leher orang yang selalu bersitegang leher dan tidak mau menerima teguran Tuhan. Mereka sudah sering mendengar teguran, tetapi tidak menghiraukan firman Tuhan sama sekali, maka Tuhan menghukum mereka.
Lihatlah pada kejadian gempa bumi, bala kelaparan, dan bencana-bencana lain! Kalau kita awas, kita dapat melihat tangan Tuhan di balik semua ini. Tangan yang sedang meremukkan kepala yang keras dan hati yang membatu.
Dan kalau Allah sudah meremukkan, Alkitab mengatakan bahwa hal itu “tanpa dapat dipulihkan lagi!” Oh, dahsyat sekali. Sebenarnya Alkitab ini adalah buku yang penuh dengan harapan. Banyak ayat-ayat harapan yang indah bagi kita. Orang-orang yang hancur hati dan patah hati boleh datang kepada Alkitab dan mengalami bagaimana Alkitab dapat menghibur mereka.
Tetapi ingat, di sini ada ayat yang mengatakan di mana tidak ada harapan lagi! Menurut ayat ini, ada garis, di mana kesabaran Allah berhenti. Dan di garis itu pula, hukuman Allah mulai! Di mana kesabaran Allah mencapai batasnya, di situ hukuman Allah mulai datang. Di mana garis itu? Garis itu terletak pada saat saudara terus menerus menolak teguran Allah, pada saat saudara terus menerus tidak menggubris firman Allah! Akhirnya saudara akan “diremukkan” tanpa dapat dipulihkan lagi.
Allah menghendaki kita semua menjadi orang-orang yang bijaksana. Untuk itu Allah sudah menyediakan empat saluran untuk memberikan hikmatNya kepada kita. Melalui firmanNya, melalui nasihat, melalui orang tua, dan melalui teguran.
Saya harap saudara tidak menyumbat saluran-saluran hikmat Allah ini. Sebaliknya, bila saudara bijak, dengarkanlah dan terimalah dengan senang hati bagaimana semua ini dapat menjadikan saudara seorang yang berhikmat.
Saya mengajak saudara, marilah kita menjadi orang yang bijaksana!
Amin